Ciri-ciri Perkembangan Anak Pra Sekolah
Sejak lahir sampai usia 3 tahun anak memiliki kepekaan sensoris dan daya
pikir yang sudah mulai dapat menyerap
pengalamanpengalaman melalui sensorinya; usia satu setengah tahun
sampai kirakira 3 tahun mulai memiliki
kepekaan bahasa dan sangat tepat untuk mengembangkan bahasanya (Theo & Martin, 2004).
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh
proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan
sosial, atau norma- norma kehidupan bermasyarakat atau disebut juga pendidikan
anak pada usia dini (PAUD). Perkembangan sosial merupakan proses pencapaian
kematangan dalam hubungan social dan dapat juga diartikan sebagai proses
belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan
tradisi.
Pendidikan anak usia dini (PAUD)
adalah suatu upaya pembinaan yang ditunjukan bagi
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) justru
belum banyak mendapat perhatian. Saat ini, pendidikan usia dini baru
diperoleh oleh sebagian kecil anak di Indonesia. Hal tersebut merupakan
suatu masalah yang perlu mendapatkan perhatian dimana
masih banyak pihak yang belum mengetahui pentingnya pendidikan anak
usia dini bagi perkembangan kognitif anak.
Adapun
tujuan utama dari pendidikan pra sekolah adalah untuk mengembangkan tingkat
kecerdasan dan mental baik secara fisik dan rohani, serta membentuk karakter anak agar
bisa mengatur perasaan emosi serta punya jiwa sosial yang tinggi. Sehingga
ketika mereka masuk pada tingkat pendidikan dasar pertama, anak-anak bisa
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan lebih mandiri.
Mendidik
anak sejak dini memang memang perlu melibatkan masyarakat umum bukan sekedar
menjadi tugas orangtua semata. Karena rentang usia antara nol hingga enam tahun
adalah masa emas dimana otak anak mengalami perkembangan yang sangat pesat
hingga mencapai 80%. Pada usia ini anak dengan mudah menyerap berbagai
informasi melalui obyek yang dilihat dan diamati.
Namun
pada usia ini pula anak belum bisa membedakan mana info yang baik dan yang
tidak baik bagi mereka dan yang tidak boleh dilupakan, dari sini sistem
pendidikan pra sekolah untuk mendidik anak sejak dini yang diadakan akan punya
peran yang penting, sebab pendidikan pra sekolah (PAUD) akan mengajarkan pada
anak untuk memilih mana info yang boleh dijadikan contoh dan info yang tidak
boleh diserap. Sehingga mereka sudah bisa membedakan perbuatan yang baik dan
perbuatan yang merupakan pelanggaran serta tidak boleh ketika masuk pada
pendidikan dasar pertama.
Adapun
pelajaran yang diberikan pada sistem pendidikan pra sekolah tidak hanya melalui
perkataan saja, namun justru lebih mementingkan pada bentuk-bentuk permainan edukatif dan kandungan moral yang tinggi. Jadi
anak tidak akan merasa terbebani dan tetap bisa melewati masa kanak-kanaknya
yang penuh kegembiraan bersama teman-teman sebayanya.
Stimulasi Perkembangan
Anak Usia 4-5 Tahun
Kemampuan dan tumbuh
kembang anak perlu dirangsang oleh orang tua agar anak dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal dan sesuai umurnya. Stimulasi adalah perangsangan
(penglihatan, bicara, pendengaran, perabaan) yang datang dari lingkungan anak.
Anak yang mendapat stimulasi yang terarah akan lebih cepat berkembang
dibandingkan anak yang kurang bahkan tidak mendapat stimulasi (Kania 2010).
Stimulasi yang diperlukan anak usia 4-5 tahun adalah :
1. Gerakan
kasar, dilakukan dengan member kesempatan anak melakukan permainan yang
melakukan ketangkasan dan kelincahan
2. Gerakan
halus, dirangsang misalnya dengan membantu anak belajar menggambar
3. Bicara
bahasa dan kecerdasan, misalnya dengan membantu anak mengerti satu separuh
dengan cara membagikan kue
4. Bergaul
dan mandiri dengan melatih anak untuk mandiri, misalnya bermain ke tetangga.
Dalam proses perkembanganya ada ciri-ciri
yang melekat dan menyertai periode anak tersebut. Menurut Snowman (1993 dalam
Patmonodewo, 2003) mengemukakan ciri-ciri anak
prasekolah (3-6 tahun) yang biasanya dikenal dengan anak TK. Ciri-ciri anak TK
dan prasekolah yang dikemukakan meliputi aspek fisik,
sosial, emosi dan kognitif.
·
Anak prasekolah umumnya aktif. Mereka telah memiliki
penguasaan atau kontrol terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang
dilakukan sendiri.
·
Setelah anak melakukan berbagai kegiatan,
anak membutuhkan istirahat yang cukup, seringkali anak tidak menyadari bahwa
mereka harus beristirahat cukup. Jadwal aktivitas yang tenang diperlukan anak.
·
Otot-otot besar pada anak prasekolah lebih
berkembang dari kontrol terhadap jari dan tangan. Oleh karena itu biasanya anak
belum terampil, belum bisa melakukan kegiatan yang rumit seperti misalnya,
mengikat tali sepatu.
·
Anak masih sering mengalami kesulitan apabila
harus memfokuskan pandangannya pada objek-objek yang kecil ukurannya, itulah
sebabnya koordinasi tangan masih kurang sempurna.
·
Walaupun tubuh anak lentur, tetapi tengkorak
kepala yang melindungi otak masih lunak (soft). Hendaknya berhati-hati bila
anak berkelahi dengan teman-temannya, sebaiknya dilerai, sebaiknya dijelaskan
kepada anak-anak mengenai bahannya.
·
walaupun anak lelaki lebih besar, anak
perempuan lebih terampil dalam tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam
tugas motorik halus, tetapi sebaiknya jangan mengkritik anak lelaki apabila ia
tidak terampil, jauhkan dari sikap membandingkan anak lelaki-perempuan, juga
dalam kompetisi ketrampilan seperti apa yang disebut diatas.
o Perkembangan Motorik
Di
usia prasekolah, gerakan tangan anak (handstroke) sudah pada taraf membuat pola
(pattern making). Ini tingkat paling sulit karena anak harus membuat
bangun/bentuk sendiri. Jadi, betul-betul dituntut hanya mengandalkan
imajinasinya. Sedangkan pada keterampilan motorik kasar, anak usia prasekolah
sudah mampu menggerakkan seluruh anggota tubuhnya untuk melakukan
gerakan-gerakan seperti berlari, memanjat, naik-turun tangga, melempar bola,
bahkan melakukan dua gerakan sekaligus seperti melompat sambil melempar bola.
o Keterampilan Gender
Anak
prasekolah sudah mampu membedakan pria dan wanita yang dilihat dari penampilan
yang berbeda, pakaian yang berbeda dan rambut yang berbeda. Beberapa anak juga
mulai memahami organ-organ tubuh yang berbeda pada pria dan wanita karena orang
tua mereka mulai memperkenalkannya, entah lewat pengamatan langsung atau lewat
buku-buku. Tetapi tidak semua anak di usia ini punya keterampilan membedakan
melalui anatomi fisik/organ intim karena beberapa orang tua masih enggan membicarakan
soal peran seks pada anak mereka di usia prasekolah. (Santi Hartono, 2010)
2.
Ciri Sosial Anak Prasekolah atau TK
·
Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu
atau dua sahabat, tetapi sahabat ini cepat berganti, mereka umumnya dapat cepat
menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang
dipilih biasanya yang sama jenis kelaminnya, tetapi kemudian berkembang sahabat
dari jenis kelamin yang berbeda.
·
Kelompok bermain cenderung kecil dan tidak
terorganisasi secara baik, oleh karena kelompok tersebut cepat berganti-ganti.
·
Anak lebih mudah seringkali bermain
bersebelahan dengan anak yang lebih besar. Parten (1932) dalam social
participation among praschool children melalui pengamatannya terhadap anak
yang bermain bebas di sekolah, dapat membedakan beberapa tingkah laku sosial:
a.
Tingkah laku unoccupied anak tidak bermain
dengan sesungguhnya. Ia mungkin berdiri di sekitar anak lain dan memandang
temannya tanpa melakukan kegiatan apapun.
b.
Bermain soliter anak bermain sendiri dengan menggunakan
alat permainan, berbeda dari apa yang dimainkan oleh teman yang berada di
dekatnya, mereka berusaha untuk tidak saling berbicara.
c.
Tingkah laku onlooker anak menghasilkan
tingkah laku dengan mengamati. Kadang memberi komentar tentang apa yang dimainkan
anak lain, tetapi tidak berusaha untuk bermain bersama.
d.
Bermain pararel anak-anak bermain dengan
saling berdekatan, tetapi tidak sepenuhnya bermain bersama dengan anak lain,
mereka menggunakan alat mainan yang sama, berdekatan tetapi dengan cara tidak
saling bergantung.
e.
Bermain asosiatif anak bermain dengan anak
lain tanpa organisasi. Tidak ada peran tertentu, masing-masing anak bermain dengan
caranya sendiri-sendiri.
f.
Bermain Kooperatif anak bermain dalam
kelompok di mana ada organisasi. Ada pemimpinannya, masing-masing anak
melakukan kegiatan bermain dalam kegiatan, misalnya main toko-tokoan, atau
perang-perangan.
3. Ciri
Emosional Anak Prasekolah atau TK
·
Anak TK cenderung mengekspreseikan emosinya
dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia
tersebut. Iri hati pada anak prasekolah sering terjadi, mereka seringkali
memperebutkan perhatian guru.
4.
Ciri Kognitif Anak Prasekolah atau TK
·
Anak prasekolah umumnya terampil dalam
berbahasa. Sebagian dari mereka senang berbicara, khususnya dalam kelompoknya,
sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara, sebagian dari mereka dilatih
untuk menjadi pendengar yang baik.
·
Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui
interaksi, minat, kesempatan, mengagumi dan kasih sayang. Ainsworth dan Wittig
(1972) serta Shite dan Wittig (1973) menjelaskan cara mengembangkan agar anak
dapat berkembang menjadi kompeten dengan cara sebagai berikut:
a.
Lakukan interaksi sesering mungkin dan
bervariasi dengan anak.
b.
Tunjukkan minat terhadap apa yang dilakukan
dan dikatakan anak.
c.
Berikan kesempatan kepada anak untuk meneliti
dan mendapatkan kesempatan dalam banyak hal.
·
Berikan kesempatan dan dorongan maka untuk
melakukan berbagai kegiatan secara mandiri, seperti:
a.
Doronglah anak agar mau mencoba mendapatkan
ketrampilan dalam berbagai tingkah laku.
b.
Tentukan batas-batas tingkah laku yang
diperbolehkan oleh lingkungannya.
c.
Kagumilah apa yang dilakukan anak.
d.
Sebaiknya apabila berkomunikasi dengan anak,
lakukan dengan hangat dan dengan ketulusan hati.
o
Perkembangan
Kreativitas
Kreativitas
imajiner dan animasi yang merupakan kreativitas awal di masa batita sudah mulai
ditinggalkan. Sebagai gantinya, anak prasekolah cenderung melakukan dusta putih
(white lie) atau membual. Tujuannya bukan untuk menipu orang lain, tapi karena
ia merasa yakin hal itu benar. Ia ingin bualannya didengar. Perlu diketahui,
pada masa prasekolah, anak sudah mulai menunjukkan ego dan otoritasnya. Misal,
ia melihat seekor naga hitam melintas di depan rumah. Anak ini merasa yakin dan
ingin orang lain juga turut meyakininya.
Kelak, sejalan dengan pertambahan usianya dimana anak mulai membedakan antara khayalan dan kenyataan, kebiasaan membual mulai hilang. Sebaliknya, orang dewasa juga jangan membiarkan anak untuk terus-terusan membual berlebihan. Sebab, bila hal ini dibiarkan, membual dan melebih-lebihkan yang dilakukan dengan tujuan mengesankan orang lain, malah berbuah menjadi kebohongan yang mungkin menjadi kebiasaan.
Kelak, sejalan dengan pertambahan usianya dimana anak mulai membedakan antara khayalan dan kenyataan, kebiasaan membual mulai hilang. Sebaliknya, orang dewasa juga jangan membiarkan anak untuk terus-terusan membual berlebihan. Sebab, bila hal ini dibiarkan, membual dan melebih-lebihkan yang dilakukan dengan tujuan mengesankan orang lain, malah berbuah menjadi kebohongan yang mungkin menjadi kebiasaan.
o Perkembangan Moral
Kemampuan
sosialisasi yang berkembang membawa anak usia prasekolah masuk ke dalam
berbagai kelompok baru di luar rumah, yaitu sekolah dan lingkungan sekitarnya.
Sebagai bagian dari kelompok, anak prasekolah belajar mematuhi aturan kelompok
dan menyadari konsekuensinya bila tidak mengikuti aturan tersebut.
Anak usia prasekolah belajar perilaku moral lewat peniruan. Itulah sebabnya, orang-orang dewasa harus menghindari melakukan hal-hal yang buruk, semisal bicara kasar, memukul, mencela, dan lain-lainnya di depan anak.
Anak usia prasekolah belajar perilaku moral lewat peniruan. Itulah sebabnya, orang-orang dewasa harus menghindari melakukan hal-hal yang buruk, semisal bicara kasar, memukul, mencela, dan lain-lainnya di depan anak.
Sosialisasi
juga membawa anak pada risiko konflik, terutama dengan teman sebaya. Oleh
karenanya, kemampuan memecahkan konflik merupakan modal yang harus dimiliki
anak. Semakin baik kemampuannya dalam hal ini, maka kepribadiannya akan semakin
stabil. Anak yang pandai mengatasi konflik umumnya akan mudah pula mengatasi
masalah dalam hidupnya, entah di sekolah, di rumah, ataupun kelak di tempat
bekerja.
Comments
Post a Comment