Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus
(Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Anak
dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan/
penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, dan emosional) dalam proses
pertumbuhkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusia sehingga
memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB)”
yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai
karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Karena
karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan
pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka,
contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille
dan tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai
dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk
tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB
bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk
cacat ganda.
Adapun karakteristik yang
menonjol pada anak berkebutuhan khusus yakni:
1.Anak
dengan Gangguan Penglihatan (Tunanetra)
Anak
dengan gangguan penglihatan (Tunanetra) adalah anak yang mengalami
gangguan daya penglihataan sedemikian rupa, sehingga membutuhkaan layanan
khusus dalam pendidikan maupun kehidupannya.
Layanan
khusus dalam pendidikan bagi mereka, yaitu dalam membaca menulis dan berhitung
diperlukan huruf Braille bagi yang buta, dan bagi yang sedikit penglihatan (low
vision) diperlukan kaca pembesar atau huruf cetak yang besar, media yang dapat
diraba dan didengar atau diperbesar.
2. Anak dengan Gangguan Pendengaran (Tunarungu)
Tunarungu
adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga
mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal. Walaupun telah diberikan
pertolongan dengan alat bantu dengar, mereka masih tetap memerlukan layanan
pendidikan khusus.
3. Anak dengan Gangguan Intelektual (Tunagrahita)
Tunagrahita
(retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mental- intelektual di bawah rata-rata,
sehingga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Mereka
memerlukan layanan pendidikan khusus.
4. Anak dengan Gangguan Gerak Anggota Tubuh
(Tunadaksa)
Tunadaksa
adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada anggota gerak
[tulang, sendi,otot]. Mereka mengalami gangguan gerak karena kelayuhan otot,
atau gangguan fungsi syaraf otak (disebut Cerebral Palsy /CP].
Pengertian
anak Tunadaksa bisa dilihat dari segi fungsi fisiknya dan dari segi anatominya.
5.Anak
dengan gangguan Prilaku dan Emosi (Tunalaras)
Anak
dengan gangguan prilaku (Tunalaras) adalah anak
yang berperilaku menyimpang baik pada taraf sedang, berat dan
sangat berat, terjadi pada usia anak dan remaja, sebagai akibat terganggunya
perkembangan emosi dan sosial atau keduanya, sehingga merugikan dirinya sendiri
maupun lingkungan, maka dalam mengembangkan potensinya memerlukan
pelayanan dan pendidikan secara khusus.
6. Anak dengan Kecerdasan Tinggi dan Bakat Istimewa (Gifted
and Tallented)
Anak
yang memiliki potensi kecerdasan tinggi (giftted) dan Anak yang memiliki Bakat
Istimewa (talented) adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi),
kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment ) di atas
anak-anak seusianya ( anak normal ), sehingga untuk mengoptimalkan potensinya,
diperlukan pelayanan pendidikan khusus.
7. Anak Lamban Belajar ( Slow Learner)
Lamban
belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di
bawah anak normal, tetapi tidak termasuk anak tunagrahita (biasanya memiliki IQ
sekitar 80-85). Dalam beberapa hal anak ini mengalami hambatan atau
keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan kemampuan untuk beradaptasi,
tetapi lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita. Mereka membutuhkan waktu
belajar lebih lama disbanding dengan sebayanya. Sehingga mereka
memerlukan layanan pendidikan khusus.
8. Anak Berkesulitan Belajar Spesifik
Anak
berkesulitan belajar adalah individu yang mengalami gangguan dalam suatu proses
psikologis dasar, disfungsi sistem syaraf pusat, atau gangguan neurologis yang
dimanifestasikan dalam kegagalan-kegagalan nyata dalam: pemahaman,
gangguan mendengarkan, berbicara, membaca, mengeja, berpikir, menulis,
berhitung, atau keterampilan sosial.
9.Anak Autis
Autis
dari kata auto, yang berarti sendiri, dengan demikian dapat
diartikan seorang anak yang hidup dalam dunianya. Anak autis
cenderung mengalami hambatan dalam interaksi, komunikasi, dan perilaku social.
Strategi Pembelajaran
Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (ABK) ini ada dua kelompok, yaitu:
ABK temporer (sementara) dan permanen (tetap). Adapun yang
termasuk kategori ABK temporer meliputi: anak-anak yang berada di
lapisan strata sosial ekonomi yang paling bawah, anak-anak jalanan (anjal),
anak-anak korban bencana alam, anak-anak di daerah perbatasan dan di pulau
terpencil, serta anak-anak yang menjadi korban HIV-AIDS. Sedangkan yang
termasuk kategori ABK permanen adalah anak-anak tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, Autis, ADHD (Attention Deficiency
and Hiperactivity Disorders), Anak Berkesulitan Belajar, Anak
berbakat dan sangat cerdas (Gifted), dan lain-lain.
Untuk menangani ABK tersebut dalam setting pendidikan
inklusif di Indonesia, tentu memerlukan strategi khusus. Pendidikan inklusi
mempunyai pengertian yang beragam. Stainback dan Stainback (1990)
mengemukakan bahwa: sekolah inklusi
adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama.
Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang
dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah
inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari
kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun
anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi. Selanjutnya,
Staub dan Peck (1995) menyatakan bahwa: pendidikan inklusi
adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara
penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan
tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan
bagaimanapun gradasinya. Sementara itu, Sapon-Shevin (O’Neil, 1995)
menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan
pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di
sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh
karena itu, ditekankan adanya perombakan sekolah, sehingga menjadi komunitas
yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, sehingga sumber belajar
menjadi memadai dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru,
orang tua, dan masyarakat sekitarnya.
Melalui pendidikan inklusi, anak
berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya (Freiberg, 1995). Hal ini dilandasi oleh
kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan
yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.
Dalam hal ini, ada empat strategi pokok yang diterapkan
pemerintah, yaitu: peraturan perundang-undangan yang menyatakan jaminan kepada
setiap warga negara Indonesia (termasuk ABK temporer dan permanen) untuk
memperoleh pelayanan pendidikan, memasukkan aspek fleksibilitas dan
aksesibilitas ke dalam sistem pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan
informal. Selain itu, menerapkan pendidikan berbasis teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) dan mengoptimalkan peranan guru.
Di bawah ini beberapa strategi pembelajaran bagi anak
berkebutuhan khusus:
1. Strategi pembelajaran bagi anak tunanetra
Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan
secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terlibat dalam proses
pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pelajaran, media, metode, siswa,
guru, lingkungan belajar dan evaluasi sehingga proses pembelajaran berjalan
dengan efektif dan efesien. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan strategi pembelajaran , antara lain:
- Berdasarkan pengolahan pesan terdapat dua strategi yaitu strategi pembelajaran deduktif dan induktf.
- Berdasarkan pihak pengolah pesan yaitu strategi pembelajaran ekspositorik dan heuristic.
- Berdasarkan pengaturan guru yaitu strategi pembelajaran dengan seorang guru dan beregu.
- Berdasarkan jumlah siswa yaitu strategi klasikal, kelompok kecil dan individual.
- Beradsarkan interaksi guru dan siswa yaitu strategi tatap muka, dan melalui media.
Selain strategi yang telah disebutkan di atas, ada strategi
lain yang dapat diterapkan yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan
modifikasi perilaku.
2. Strategi pembelajaran bagi anak
berbakat
Strategi pembelajaran yang sesuai denagan kebutuhan anak
berbakat akan mendorong anak tersebut untuk berprestasi. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam meneentukan strategi pembelajaran adalah :
- Pembelajaran harus diwarnai dengan kecepatan dan tingkat kompleksitas.
- Tidak hanya mengembangkan kecerdasan intelektual semata tetapi juga mengembangkan kecerdasan emosional.
- Berorientasi pada modifikasi proses, content dan produk.
Model-model layanan yang bias diberikan pada anak berbakat
yaitu model layanan perkembangan kognitif-afektif, nilai, moral, kreativitas
dan bidang khusus.
3. Strategi pembelajaran bagi anak
tunagrahita
Strategi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar
di sekolah umum akan berbeda dengan strategi anak tunagrahita yang belajar di
sekolah luar biasa. Strategi yang dapat digunakan dalam mengajar anak
tunagrahita antara lain;
- Strategi pembelajaran yang diindividualisasikan
- Strategi kooperatif
- Strategi modifikasi tingkah laku
4. Strategi pembelajaran bagi anak
tunadaksa
Strategi yang bias diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu
melalui pengorganisasian tempat pendidikan, sebagai berikut:
- Pendidikan integrasi (terpadu)
- Pendidikan segresi (terpisah)
- Penataan lingkungan belajar
5. Strategi pembelajaran bagi anak
tunalaras
Untuk memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman
(1985) mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut;
- Model biogenetic
- Model behavioral/tingkah laku
- Model psikodinamika
- Model ekologis
6. Strategi pembelajaran bagi anak
dengan kesulitan belajar
Anak berkesulitan belajar membaca
yaitu melalui program delivery dan remedial teaching.
- Anak berkesulitan belajar menulis yaitu melalui remedial sesuai dengan tingkat kesalahan.
- Anak berkesulitan belajar berhitung yaitu melalui program remidi yang sistematis sesuai dengan urutan dari tingkat konkret, semi konkret dan tingkat abstrak.
7. Strategi pembelajaran bagi anak
tunarungu
Strategi yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara
lain: strategi deduktif, induktif, heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok,
individual, kooperatif dan modifikasi perilaku.
http://blog.uin-malang.ac.id/ansur/2011/06/14/strategi-pembelajaran-bagianakberkebutuhan-khusus
http://iryafickry.wordpress.com/2010/05/02/karakteristik-anak-berkebutuhan-khusus/
Comments
Post a Comment